• Jelajahi

    Copyright © Infoberitanews
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Warga Torete Geram, Tutup Jalan Holding Tambang: “Kami Tidak Akan Diam Sampai Hak Kami Dipenuhi”

    Sabtu, 21 Juni 2025, Juni 21, 2025 WIB Last Updated 2025-06-22T06:36:32Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini

     


    Torete, 22 Juni 2025 – 

    Warga Desa Torete, Kecamatan Bungku Pesisir, Kabupaten Morowali, akhirnya meledak. Setelah lebih dari sebulan suara mereka diabaikan, mereka menutup total akses jalan holding yang digunakan perusahaan tambang menuju Pegunungan Torete. Aksi ini bukan sekadar simbol protes—ini perlawanan terhadap ketidakadilan dan kesewenang-wenangan perusahaan tambang yang diduga menjadi biang kerok banjir besar pada 3 Mei 2025.

    Banjir tersebut bukan hanya peristiwa alam biasa. Itu adalah musibah yang diciptakan. Akibat tambang yang menggunduli hutan dan menghancurkan daerah tangkapan air, kebun-kebun warga berubah jadi lautan lumpur. Tanaman rusak, penghidupan lumpuh, dan yang paling menyakitkan: perusahaan tutup mata, seolah bencana itu bukan urusan mereka.


    > “Sudah lebih dari sebulan kami menunggu itikad baik dari perusahaan, tapi tidak ada tanggapan. Mereka seolah tutup mata. Maka kami sepakat menutup jalan perusahaan sampai ada kejelasan soal ganti rugi dan pemulihan lingkungan,” tegas Ilyas, tokoh masyarakat Torete.



    Yang membuat warga makin marah adalah janji manis yang dulu pernah dilontarkan oleh perusahaan, yakni PT TAS, PT RCP, dan PT IJM, tentang “menyejahterakan rakyat”. Kenyataannya? Janji tinggal janji, rakyat justru dicekik dampak lingkungan.


    > “Bukannya sejahtera, kami malah hidup susah. Hasil kebun kami rusak, penghasilan terancam gagal total. Kami bertani, bukan menggantungkan hidup dari janji palsu,” ungkap Maruf, petani dari daerah Lambaru, dengan nada getir.




    Landasan Hukum Tuntutan: Bukan Sekadar Emosi, Ini Perjuangan Bermartabat


    Aksi warga bukanlah tindakan liar tanpa dasar. Mereka berdiri di atas pijakan hukum yang jelas dan kuat:


    Pasal 28H ayat (1) UUD 1945: "Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat..."


    UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH):


    Pasal 69 ayat (1): Melarang siapa pun melakukan perbuatan yang mencemari dan/atau merusak lingkungan.


    Pasal 87: Mengharuskan pelaku usaha yang melanggar hukum untuk membayar ganti rugi dan/atau melakukan pemulihan.


    Pasal 91: Masyarakat yang dirugikan berhak menggugat, bahkan melalui class action.



    UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia:


    Pasal 9 ayat (3): Menegaskan hak setiap orang atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.



    Perusahaan Bisa Dipidana: Ini Bukan Sekadar Masalah Ganti Rugi


    Sikap diam dan menghindar dari perusahaan bukan hanya mencerminkan arogansi dan ketidakpedulian, tetapi bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hukum dan hak asasi manusia. Jika dibiarkan, ini menjadi preseden buruk bahwa perusahaan tambang bisa semena-mena terhadap masyarakat tanpa konsekuensi.


    Panggilan untuk Pemerintah: Di Mana Tanggung Jawab Negara?


    Warga juga mendesak pemerintah daerah—baik Bupati Morowali maupun instansi lingkungan hidup—segera turun tangan. Bukan hanya sebagai penengah, tapi juga sebagai penegak hukum, karena dalam kasus ini, hak-hak dasar masyarakat telah diinjak-injak oleh aktivitas industri yang tidak bertanggung jawab.


    (Tispran Kelana)

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini